Menetau Rumah

Bagan di pingir Batang Rokan. (foto: guruku.kosabudaya.id)

Seperangkat peralatan Tepung Tawar adalah daun setawar, untuk menawarkan segala yang berbisa, termasuk mu-lut (lidah) manusia; daun ati-ati dan daun sedingin, mendinginkan segala yang bersifat panas, termasuk hati manusia; daun ganda rusa, mengobati segala penyakit luar dan sekaligus untuk menyempurnakan segala pekerjaan dan cita-cita yang terbengkalai; bedak limau, untuk membersihkan hati dan jiwa; air percung (air wangi), menimbulkan rasa keakraban sesama keluarga dan sesama warga kampung; beras kunyit, beras basuh dan bertih, sebagai lambang kemakmuran, kebahagiaan seluruh makhluk dan sekaligus untuk tebusan agar mahkluk halus yang ada di sekitar tempat itu segera pergi dan tidak menganggu pemilik, penghuni dan masyarakat kampung.

Biji-biji besi yang disebut tahi besi dan besi berani adalah lambang kekuatan, kebulatan tekad serta kesungguhan hati pemilik bangunan untuk mendirikan bangunan di sana, serta sebagai penangkal terhadap kemungkinan gangguan makhluk halus. Lumpur laut. Lumpur laut kalau tidak ada dapat diganti dengan tanah lumpur bekas rumah keluarga tertua. Gunanya untuk mengekalkan agar bangunan dan penghuninya abadi, artinya rumah itu didiaminya sampai ajalnya tiba. Inggu. Inggu adalah sejenis kayu yang kalau dibakar menimbulkan bau yang agak busuk. Gunanya untuk tangkal segala jenis setan dan jin, terutama setan yang suka mengganggu anak-anak.

Bacaan Lainnya

Daun juang-juang, daun ini warnanya merah, dan biasa ditanam di atas tanah pekuburan. Gunanya sebagai obat untuk segala penyakit yang dibuat oleh ma­nusia, seperti sihir, tenung dan sebagainya. Kemenyan dan setanggi. Gunanya setelah dibakar, asapnya “memberitahukan” segala makh­luk halus yang ada di sekitar tempat itu, bahwa mereka “diundang” un­tuk datang ke dalam upacara dan menerima dengan senanghati segula bentuk sembahan dan sajian yang disediakan. Obor. Obor biasanya dibuat dari kulit kayu dan damar. Gunanya sebagai tanda, bahwa sejak obor itu dinyalakan, mulai saat itu segala makhluk halus yang ada di sekitar tempat itu menyerahkan “hak” riya (tambahkan penjelasan apa maksudnya) kepada pemilik bangunan.

Itiadat menetau tanah. Sebelum sampai ke tempat upacara, Pawang biasanya memberi peringatan kepada seluruh peserta, pantangan-patangan yang harus dipatuhi selama upacara berlangsung, yaitu dilarang: berbicara cabul; berseloroh atau tertawa keras; melangkahi peralatan upacara; memasuki areal upacara di mana bangunan akan didirikan sebelum diberi tanda oleh Pawang.

Seluruh peserta upacara juga diharuskan bersikap sopan dan khidmat. Pelanggaran terhadap pantangan itu sengaja atau tidak, dipercaya akan menimbulkan akibat yang tidak baik. Mungkin timbul wabah penyakit, atau musibah amukan binatang buas dan sebagainya.

Anak-anak dilarang mengikuti upacara ini, karena dikuatirkan akan menganggu jalannya upacara atau akan mendatangkan bahaya terhadap diri anak tersebut. Bahaya itu dapat berupa penyakit demam panas, mengigau yang disebut tetamos atau keteguran atau tersapa, dan penyakit kaki membengkak, bisa, panas dan kemerah-merahan yang disebut kena Jembalang Tanah.

Di dalam pelaksanaan upacara, hanya orang-orang yang memegang peranan dalam upacara itu, yakni: Pawang, Pemuka Adat, Lebai, Penghulu (Kepala Kampung) dan pembantu-pembantu Pa­wang yang diharuskan memakai pakaian Melayu Riau dengan kain samping. Namun demikian, biasanya peserta juga memakai pakaian Melayu Riau dalam menghadiri upacara itu.

Rujukan:
Wahyuningsih dan Rivai Abu. 1987. Arsitektur Tradisional Daerah Riau. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *