Mencuci Lantai

MENCUCI LANTAI adalah upacara mencuci dan mendandani lantai. Upacara ini dilakukan setelah 44 hari melahirkan. Darah yang tersiram di atas lantai harus dibersihkan. Jika tidak, lantai akan menuntut kepada wanita yang melahirkan itu. Lantai dianggap seperti benda bernyawa. Oleh karena itu, lantai di­bersihkan, disucikan, didandan, disolek seperti manusia.

Setelah melakukan upacara hari tanggal pusat, kedua mak bidan masih terus secara teratur mengasuh ibu yang baru melahirkan beserta bayinya. Akan tetapi ia hanya membantu memandikan bayinya saja. Sedangkanibunya sudah diperbolehkan mandi sendiri di rumah. Namun, ia harus berjalan perlahan-lahan, sebab badannya belum sehat benar. Luka-luka dalam yang diderita ketika melahirkan belum sembuh betul. Darahnya masih kurang. Perempuan tersebut harus terus melakukan pantangan secara ketat untuk memelihara dan memulihkan kesehatan badannya beserta bayi yang mengisap susu ibunya. Bekerja keras sama sekali belum boleh dilakukan. Demikianlah yang harus dijaga oleh perempuan yang baru melahirkan, hingga tiba saatnya ia dinyatakan sehat seperti sediakala setelah 44 hari melahirkan.

Bacaan Lainnya

Menurut kepercayaan, setelah 44 hari itu, semua luka-luka telah dianggap sembuh sempurna. Perempuan tersebut secara fisik dan sosial telah dibenarkan melakukan kegiatan dan tugas-tugas sosialnya sehari-hari baik di dalam lingkungan keluarga maupun da­lam masyarakat luas. Namun ia harus juga berhati-hati terutama dalam kegiatan-kegiatan fisik.

Pada saat 44 hari sesudah melahirkan inilah diadakan pula upacara yang disebut upacara mencuci lantai dan 44 hari. Maksud dari upacara tersebut untuk menyatakan, ibu dan anak dalam keadaan sehat. Si ibu telah berada dalam keadaan fisik sosial seperti sedia kala yaitu sebelum ia hamil. Tujuan lain ialah untuk mengucapkan rasa terima kasih kepada segenap sanak keluarga dan kaum kerabat terutama kepada kedua bidan yang telah membantu menolong dengan segala keikhlasan hati yang tiada mengenal lelah. Upacara itu, juga merupakan upacara syukur kepada Tuhan atas segala berkah dan karunia-Nya karena telah selamat melalui peristiwa yang dipandang kritis.

Sebelum upacara tersebut dilakukan, telah dipersiapkan alat-alat dan benda-benda yang diperlukan untuk pelaksanaan upacara tersebut. Beberapa hari sebelumnya sanak saudara dan tetangga terdekat diundang untuk melakukan beberapa persiapan. Rumah dibersihkan, tabir dan langit-langit digantung di seluruh ruangan. Tikar dibentangkan di seluruh ruangan kamar. Dua hari sebelumnya para laki-laki bergotong-royong membuat tungku untuk memasak. Beberapa orang pergi pula bergotong royong (beganjal) menangkap ikan sebagai lauk-pauk untuk hidangan.

Alat-alat dan benda-benda yang perlu dipersiapkan untuk upacara itu antara lain: dua buah kelapa, semangkok padi, semangkok beras, dua batang lilin,  bedak langir, celak (pengitam bagian kelopak mata), sebuah sisir, sepinggan (sepiring) pulut kuning lengkap dengan lauk-pauknya, asam dan garam, sehelai kain,

Seekor ayam yang bersih dan sehat, jenis ayam tergantung pada jenis kelamin bayi. Jika bayi perempuan, disediakan ayam betina, jika bayi laki-laki, disediakan ayam jantan, sebuah sanggan atau tempat kecil berkaki yang terbuat dari logam, benang tukal atau benang kasar berwarna kuning, sebuah limau purut atau sejenis limau yang berkerut-kerut, sebuah cermin.

Sebelum upacara dilakukan terlebih dahulu semua perlengkapan itu diatur dan disusun sesuai dengan langkah-langkah dan urutan upacaranya. Buah kelapa diukir sehingga berbentuk bulat lonjong. Setelah itu diletakkan di dalam sanggan yang telah berisi padi. Di kiri kanan kelapa diikatkan dua batang lilin. Setelah semua benda:benda itu disusun dan di­letakkan secara teratur, maka bidan pun memulai upacara tersebut. Sementara itu, ibu dan bayi dipakaikan dengan pakaian yang baru dan rapi.

Mula-mula bidan membaca mantera tertentu sambil mulutnya berkomat-kamit, menyembur ke kiri dan ke kanan. Kemudian diambilnya ayam, dipegangnya kepala itu perlahan-lahan kaki ayam dicakarkannya ke lantai, mula-mula dari depan ke kanan, kemudian dari depan ke kiri. Gerakan yang serupa itu dilakukannya sebanyak tujuh kali. Kemudian ibu jari tangannya yang kanan dimasukkan ke dalam mulut ayam,langit-langit mulut ayam ditekan dengan ibu jari tersebut. Setelah itu ibu jari tadi ditekan di atas dahi bayi sebanyak tiga kali, kemudian paruh ayam digoreskan perlahan-lahan ke bagian dahi bayi sebanyak tiga kali. Mula-mula digoreskan dari atas ke kanan, kemudian dari atas ke tengah dan seterusnya dari atas ke kiri. Selesai upacara mencakar ayam, dilanjutkan dengan upacara mencuci lantai di tempat melahirkan. Lalu kelapa yang telah dibersihkan kulitnya diletakkan di atas lantai dari kanan ke kiri, langsung ke depan. Kemudian kelapa diambil, digoncang-goncang di dekat telinga kanan bayi.

Sesudah itu dilanjutkan dengan upacara membedak dan melangir lan­tai. Setelah membaca mantera, bedak, dan langir dimasukkan ke dalam sebuah mangkok yang berisi limau purut,kemudian limau purut itu diperas airnya dicampur dengan bedak langir itu. Kemudian campuran itu disiram ke atas lantai sampai rata. Kemudian digosok. Setelah itu disiram dengan air bersih. Kemudian lantai yang telah bersih itu diminyaki, disisir dan diberi celak. Sebelum mendandani lantai, bidan meminyaki dirinya sendiri. Setelah selesai didandan, cermin,kelapa, lilin yang ada di atas sanggan tadi dikelilingkan oleh bidan pada daerah lantai yang telah dibersihkan itu.

Setelah selesai semuanya diadakan upacara memulang nasi bidan. Perempuan yang melahirkan menyerahkan sepinggan besar pulut kuning lengkap dengan lauk-pauk, asam garam serta uang sekadarnya dan semua peralatan mencuci lantai. Semua hantaran itu diantarkan ke rumah bidan. Upacara memulang nasi bidan, sekaligus menandai berakhirnya tugas kedua bidan. Se­bagai penutup diadakan pula pembacaan doa selamat yang dilakukan oleh seorang lebai. Hidangan beserta lauk-pauk dan penganan diedarkan untuk disantap bersama-sama.

Lambang-Lambang yang terdapat dalam unsur-unsur upacara

1. Membersihkan lantai: lantai dianggap seperti benda bernyawa. Darah yang tersiram di atas lantai harus dibersihkan. Jika tidak, lantai akan menuntut kepada wanita yang melahirkan itu. Oleh karena itu, lantai di­bersihkan, disucikan, didandan, disolek seperti manusia.

2. Ayam adalah sebagai hewan yang akan menampung penyakit-penyakit yang akan diterima oleh si anak. Seandainya anak sawan, maka ayamlah yang akan mati. Segala penyakit yang ada pada anak dipindahkan kepada ayam.

3. Kelapa diguncangkan ke telinga anak. Apabila air kelapa bergoncang kuat, menandakan anak itu akan menjadi anak yang baik. Apabila kurang bunyinya berarti anak akan menjadi anak yang nakal. Jika orang berada, upacara mencuci lantai ini, diikuti pula dengan pem­bacaan doa selamat dan tahlil.

Rujukan:
Drs. M. Daud Kadir, dkk.,1985. Upacara Tradisional, Daur Hidup Daerah Riau. Pekanbaru: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah
Dewan Bahasa dan Pustaka. 1999. Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu, edisi kedua cetakan pertama, Selagor: Dewan Bahasa dan Pustaka

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *