Melenggang Perut

MELENGGANG PERUT adalah upacara sebelum kandungan berusia tujuh bulan. Upacara ini masih dilaksanakan di Riau pesisir, khususnya di kalangan Orang Sakai. Sebelum kandungan berusia tujuh bulan, perempuan hamil telah diasuh oleh bidan tertentu meskipun belum dilakukan dalam suatu upacara resmi. Tujuan upacara melenggang perut adalah untuk memperbaiki letak bayi di dalam kandungan, menyelamatkan bayi dan calon ibu. 

Beberapa hari sebelum upacara tersebut diselenggarakan telah dipersiapkan semua alat dan benda- benda yang akan dipergunakan dalam upacara melenggang perut, antara lain: sehelai kain panjang, sehelai tikar pandan,  sebuah pebao atau dupa dan kemenyan. Selain itu disiapkan pula makanan dan kue-mueh sekedarnya, yang akan dihidangkan dan dimakan bersama tetangga terdekat yang diundang apabila upacara selesai.

Bacaan Lainnya

Sebelum upacara dimulai, bidan mempersiapkan alat-alat dan benda-benda yang diperlukan. Setelah siap semuanya, perempuan yang hamil disuruh berbaring. Tempat melenggang perut itu dilakukan di tengah rumah pada suatu tempat yang ditutupi oleh beberapa helai kain sebagai tabir. Laki-laki tidak boleh menyaksikan jalannya upacara melenggang perut itu sedang dilaksanakan. Hanya orang perempuan saja dibenarkan melihat bidan melenggang perut tersebut.

Mula-mula bidan menghidupkan tempat pebao (dupa) dan ditaburi sedikit kemenyan. Maksudnya untuk memanggil roh nenek moyang agar dapat membartu melindungi perempuan hamil dan bayinya dari gangguan roh-roh jahat. Setelah kemenyan mengeluarkan asap dan menghamburkan baunya ke seluruh ruangan, saat itulah bidan membaringkan perempuan hamil itu dengan posisi telentang di atas tikar pandan. Kemudian ditutupi dengan kain panjang. Ketika itu semua orang yang hadir tidak boleh membuat keributan, jika ingin berbicara harus dilakukan perlahan-lahan. Setelah itu bidan membaca beberapa mantera lalu ia segera menghampiri perempuan yang sedang hamil itu, lalu mulailah secara perlahan-lahan ia mengurut bagian-bagian perut dengan gerakan-gerakan yang teratur dan terarah. Ketika itu ia akan tahu bagaimana keadaan dan kedudukan bayi yang berada dalam kandungan. Apabila kedudukannya salah maka ia akan membetulkan kedudukannya.

Setelah selesai melakukan upacara tersebut, bidan memberikan beberapa petunjuk dan nasihat yang berhubungan dengan kesehatan ibu, kesehatan bayi yang masih berada di dalam kandungan dan saat melahirkan nanti, misalnya tidak dibenarkan lagi bekerja terlalu berat, tak boleh berjalan jauh, tak boleh membawa beban yang berat-berat. Segala petunjuk dan nasihat itu disampaikan di hadapan suami dan sanak keluarganya. Dengan maksud agar suaminya tidak memperlakukan istrinya secara kasar atau menyuruh berkerja keras. Demikian juga sanak keluarganya mulai saat itu memberikan bantuan kepada perempuan yang sedang hamil tersebut.

Rujukan:
M. Daud Kadir, dkk., 1985. Upacara Tradisiona dan Daur Hidup Daerah Riau. Pekanbaru: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *