Meramu kayu

Batang Sialang beserta dengan Rimba Kepungan Sialang murupakan bagian dari tanah ulayat yang dijaga oleh hukum-hukum adat. (foto: kosabudaya.id)

MERAMU KAYU atau beramu kayu adalah upacara yang dilakukan sebelum mengambil kayu di dalam hutan. Upacara ini dimulai dari musyawarah turun ke hutan, mencari, memilih kayu, membaca mantera atau doa, dan tahlil, hingga mendarahi kayu.

Meramu kayu bertujuan untuk menjauhkan segala “penunggu” yang ada di pohon dan di dalam hutan itu dan untuk menjaga supaya seluruh orang turut “beramu kayu” tidak diganggu oleh jembalang, hantu, setan dan binatang buas, dan agar kayu itu hidup setelah ditegakkan, tahan lama, dan tidak dimakan induk kayu atau anai-anai.

Bacaan Lainnya

Waktu ini ditentukan oleh pimpinan upacara, lazimnya pagi hari Senin, Kamis, dan Rabu. Pada hari itu dianggap hari keberuntungan. Masyarakat percara, bahwa hari Senin adalah hari “pembawa rezki”, hari Kamis “pembawa Keberuntungan” dan hari Rabu adalah “pembawa Kesehatan”. Sedangkan hari Jum’at dianggap sebagai hari suci atau hari ibadah. Jika pada hari itu dijadikan hari kerja akan dapat mendatangkan bahaya atau naas. Hari Selasa diang­gap hari sial. Hari Sabtu dianggap “hari tanggung”, karena kemungkinan bisa berhasil bisa juga tidak. Hari Ahad dianggap hari “kosong”, boleh berusaha boleh juga tidak, dengan kata lain tidak ada anjuran dan tidak ada pula larangan. 

Ritual meramu kayu diselenggarakan bersama antara orang yang memerlukan kayu tersebut dan orang-orang yang turut serta ke hutan meramu kayu. Biaya biasanya ditanggung oleh orang yang akan membangun rumah, sedangkan kalau untuk bangunan umum, biayanya ditanggung bersama.

Pelaku upacaraadalahseluruh orang yang turut meramu kayu, ditambah dengan Datuk nan Limo dan Kepala Pesukuan; Ninik mamak yang tua-tua, dan tukang tuo (kepala tukang) dan pembantu-pembantunya.

Upacara dipimpin oleh Kepala Pesukuan atau salah seorang dari Datuk nan Limo. Istiadatnya mencari kayu, memilih, membaca mantera, doa, dan tahlil, dan terakhir mendarahi kayu. Setelah selesai, peserta seluruhnya kembali ke kampung. Tiga hari kemudian, barulah pohon itu boleh ditebang, demikian pula pohon-pohon lainnya yang akan dibuat bahan rumah.      

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *