Bengkalis

Masjid Kuning di Pulau Bengkalis. (foto: kosabudaya.id/derichard h. putra)

BENGKALIS adalah nama pulau yang berhadapan dengan pulau Sumatra, kota, selat, sungai, dan juga satu di antara kabupaten di Riau. Sederet nama yang diusung Bengkalis menjadikan kawasan ini memiliki bentang sejarah panjang yang terpisah-pisah mengikuti masing-masing penamaan tersebut.

Menurut cerita lisan, Bengkalis pada awalnya didiami oleh seorang perempuan bernama Zainab. Ia berasal dari Bukitbatu. Konon, Zainab bertengkar dengan sang suami sehingga pergi berlayar dan merapat di sebuah daratan dekat Sungai Bengkalis. Di tempat baru tersebut, ia mendirikan sebuah pondok dan bermukim menjalani hidupnya.

Bacaan Lainnya

Sebelum kedatangan Zainab, Pulau Bengkalis hanyalah kawasan hutan belantara. Sehingga pada waktu itu, orang-orang yang melewati Selat Bengkalis tidak ada yang berani singgah. Setelah kedatangannya, orang selalu melihat asap membumbung ke atas. Asap tersebut berasal dari dapur dan kayu-kayan yang dibakar oleh Zaenab. Sejak mengetahui Pulau Bengkalis berpenghuni, maka orang-orangpun mulai berdatangan, dan kemudian membuka sebuah perkampungan kecil. Saat ini, makam Zainab dapat ditemukan tidak jauh dari pemakaman Taman Kota Layu, yang dipercaya sebagai tempat Zainab pertama bermukim. 

Menurut cerita lainnya, Bengkalis pada awalnya bernama Kampung Muntai. Asal nama Muntai menurut salah satu versi berasal dari nama seorang dukun beranak yang selalu dijemput ke Kampung Parit. Kediaman dukun tidak jauh dari pantai. Lama kelamaan orang menyebut tempat yang didiami sang dukun dengan Kampung Muntai.

Kata muntai secara etimologis berasal dari buah suntai. Buah ini diminati para pedagang yang akan berlayar ke Melaka. Buah suntai merupakan bahan baku pembuatan minyak. Lama kelamaan penyebutan suntai berubah secara morfologis menjadi Muntai. Letak yang strategis menyebabkan dusun Muntai berkembang menjadi perkampungan ramai yang disinggahi oleh para pedagang.

Kampung Muntai dulu mulanya dipimpin oleh batin (kepala suku) dari suku-suku yang terdapat di Muntai. Melihat perkembangan Muntai yang maju pesat, seorang pendatang dari Melaka mengusulkan kepada batin-batin di Muntai untuk menunjuk seseorang menjadi Datuk Bandar yang akan mengatur tatanan kehidupan masyarakat  Muntai. Usulan tersebut diterima dengan baik, dan menunjuknya menjadi Datuk Bandar di negeri tersebut dengan gelar Datuk Bandar Bengkalis.

Setelah Datuk Bandar Bengkalis pertama meninggal dunia pada 1675, ia lalu digantikan oleh anak perempuannya Encik Mas. Pada masa kepemimpinannya, Encik Mas mendirikan badan keamanan Bandar, namun beliau tidak menginginkan pembentukan angkatan bersenjata, hal ini dikarenakan jika mendirikan angkatan bersenjata maka akan menimbulkan niat menyerang negeri lain.

Pada 1680 Masehi, Encik Mas dikunjungi oleh empat putra Sultan Wajok dari Sulawesi Selatan. Keempat putra Sultan Wajok ini adalah Daeng Tuagik, Daeng Puarik, Daeng Ronggik, dan Daeng Senggerik. Mereka datang ke Bengkalis dengan menggunakan kapal perang dari kerajaan Wajok.

Kedatangan empat putra Sultan Wajok ini adalah bermaksud untuk mencari persahabatan, karena itulah Encik Mas mengizinkan mereka tinggal di Bengkalis. Setelah beberapa lama tinggal di Bengkalis mereka melanjutkan perjalanan kembali namun Daeng Tuagik dan saudara yang paling tua tidak ikut melanjutkan perjalanan dengan alasan belum puas tinggal di Bengkalis.

Selama tinggal di Bengkalis, ternyata Daeng Tuagik jatuh hati dengan Encik Mas, dan ketika niat itu disampaikan kepada Encik Mas, Datuk Bandar Bengkalis ini menerima niat tersebut dengan baik. Namun ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Daeng Tuagik jika telah menjadi suaminya nanti. Syarat-syarat tersebut adalah keturunan mereka (anak dari Daeng dengan Encik Mas) hingga ke anak cucunya nanti tidak boleh memakai gelar Sulawesi. Selain itu, syarat lainnya adalah Daeng Tuagik tidak boleh membentuk angkatan bersenjata di laut, sebagaimana yang terdapat dalam dasar pemerintahan Bengkalis.

Satu tahun kemudian diangkatlah Daeng Tuagik sebagai Ketua Panglima-panglima yang ada di Bengkalis dengan gelar Panglima Tuagik di bawah pemerintahan Datuk Bandar Bengkalis. Setelah menikah sekian lama, pada 1690 Masehi Encik Mas melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Encik Jamal, anak pertama Encil Mas ini lahir setelah ibukota Bandar Bengkalis dipindahkan dari Muntai ke Selat Bengkalis. Pada usia 30 tahun Encik Jamal diangkat oleh ibunya Encik Mas menjadi Datuk Bandar Bengkalis, beliau memiliki istri yang bernama Encik Mahiran yang dinikahi pada 1720.

Penamaan Bengkalis
Asal mula nama Bengkalis dapat ditelusuri dalam beberapa versi. Salah satunya adalah Bengkalis berasal dari kata “mengkal” yang berarti sedih atau sebak dan “kalis” yang berarti tabah, sabar, dan tahan ujian. Kata ini diambil dari ungkapan Raja Kecil kepada pembantu dan pengikutnya sewaktu raja sampai di sebuah pulau yang belum bernama Bengkalis, ketika hendak merebut Tahta kerajaan Johor. Saat berada di Bengkalis, baginda mengatakan kekesalan hatinya, “mengkal rasanya hati ini karena tidak diakui sebagai sultan yang memerintah negeri, namun tidak mengapalah, kita masih kalis dalam menerima keadaan ini”.

Setelah baginda berkata demikian, ungkapan tersebut menjadi buah bibir penduduk dengan mengatakan bahwa baginda sedang mengkal tapi masih kalis akhirnya ungkapan itu menjadi perkataan “Oh! baginda sedang mengkalis”. Dari kisah ini timbullah kata mengkalis, dan lama kelamaan secara etimologis kata itu akhirnya berubah menjadi kata Bengkalis. Versi ini dikisahkan oleh seorang pengembara sastra Melayu bangsa Eropa, GL Koster. Ia seorang sarjana dari Belanda, nama Bengkalis bermula muncul sebagai tempat orang mengambil perbekalan kebutuhan pokok seperti beras yang akan dibawa ke Melaka (GL Koster pada Workshop Penelitian di Universitas Riau, 1-10 Agustus 2011).

Versi lainnya berasal dari cerita rakyat. Konon, nama Bengkalis berasal dari kisah dua ekor ikan yang hidup di perairan ini. Ikan itu adalah hiu dan bilis (teri). Pada suatu hari, seorang penangkap ikan terubuk pergi menjaring di Selat Bengkalis. Ketika ia sedang asyik menjaring, disaksikannya sebuah peristiwa yang mengejutkan. Ada seekor ikan hiu yang melanggar ikan bilis. Ikan hiu ini berasal dari Selat Malaka yang berenang menuju Selat Bengkalis, sedangkan ikan bilis berenang dari Selat Bengkalis menuju Selat Malaka. Perjalanan dua ikan yang berlawan arah ini bertabrakan di antara Selat Malaka dan Selat Bengkalis. Lalu kedua ikan ini saling berbicara. Ikan bilis berkata, “Aduh sakitnya.” Disahut oleh ikan paus, “Kenapa?”. “Aduuuuuh”, kata ikan bilis lagi. Ikan paus pun bertanya, “Bengkak, lis?” untuk mengetahui sakitnya ikan bilis. Pembicaraan mereka didengar oleh si nelayan yang menjaring ikan tadi dan disimpannya dalam ingatannya. Sesampainya di rumah, ia menceritakannya kepada masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, Paritbangkong. Kemudian orang-orang pun sepakat memberi nama kota itu sebagai Bengkalis.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *