Teater Bangsawan

TEATER bangsawan merupakan bentuk teater transisi mempunyai beberapa sifat yang unik. Ia memerlukan kemahiran para pemain. Cerita yang akan dimainkan telah diberikan garis besarnya oleh pengarah atau sutradara, namun keberhasilan pertunjukan tersebut tergantung pada ketrampilan para pelakon. Seperti seni kata yang harus digubah sendiri oleh para pemain di dalam lakonannya. Kebebasan untuk menokok-tambah akting (improvisasi) dan dialog cakapan agar permainan lebih panjang atau sebaliknya bebas pula menyingkatkan jalan cerita.

Cerita yang dimainkan dalam wayang bangsawan seringkali cerita yang terdiri dari serangkaian kejadian atau episode. Untuk tidak membosankan penonton cerita yang dimainkan disusun dalam beberapa babak. Antara babak yang satu dengan yang berikutnya diselingi dengan stret. Stret dalam wayang bangsawan adalah selang waktu atau jeda untuk menceritakan apa yang akan terjadi pada babak berikutnya. Biasanya, pemain wayang bangsawan menyampaikannya dengan bernyanyi, menari, berpantun serta lawak jenaka.

Bacaan Lainnya

Karena cerita yang dimainkan dalam wayang bangsawan dibangun dalam beberapa babak yang mengandung beraneka ragam peristiwa dan tempat, maka bentuk seni ini sangat memerlukan perlengkapan yang banyak terutama layar. Di bagian paling depan panggung terdapat layar panggung atau lazim disebut tirai pertama, yang berfungsi sebagai penutup pentas dan pada bagian atas layar ini selalu dilukiskan gambar sepasang dewa-dewi sedang terbang. Layar kedua disebut ‘layar stret’. Layar ini menggambarkan jalan raya di samping istana atau lanskap. Fungsinya sebagai latar belakang untuk pelakon menjalankan stret. Layar ketiga penggambaran di dalam istana. Layar keempat penggambaran pemandagan di sebuah taman. Layar kelima menggambarkan pemandangan di dalam hutan, biasanya layar ini dibuat sedemikian rupa, sehingga pemain seperti benar-benar berada di dalam hutan. Di beberapa kawasan di daerah Riau, layar ini disebut juga layar tembuk. Layar keenam menggambarkan pemandangan alam.

Beda antara layar pertama dengan kelima layar lainnya adalah, layar pertama dibuka dengan menariknya dari sisi kiri dan kanan pentas, sedangkan layar dua, tiga, empat, lima ditarik bergulung ke atas. Sementara layar keenam yang senantiasa berada di belakang pentas tidak pernah diturun-naikkan.

Cerita yang dimainkan dalam wayang bangsawan selalu cerita tentang raja-raja dan golongan bangsawan. Watak-watak yang terdapat dalam lakon bangsawan adalah watak wira yang heroik dan biasanya disebut sebagai anak muda. Watak wirawati dikenal dengan Tuan Putri atau seri panggung. Watak lawak jenaka yang dikenal sebagai khadam, watak raja yang adil dan watak raja yang zalim, serta watak jin. Di samping itu masih terdapat watak-watak pembantu seperti nenek kebayan, inang, dan dayang-dayang serta para pengawal, hulubalang, dan para mentri. Dialog yang dibangun oleh para pemain wayang bangsawan disampaikan dengan cara menyanyikannya yang diiringi musik biola, akordion, gendang, gong dan tambur. Oleh karena itu, musik pada wayang bangsawan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari lakon.

Dengan elemen-elemen yang dikemukakan di atas, wayang bangsawan sudah dipakai sebagai salah satu pola pertunjukan dengan memenuhi persyaratan yang lazim dilakukan sebelum pertunjukan dimulai, yakni pembacaan doa selamat secara bersama-sama dan dipimpin oleh seorang syekh.

Semula seni lakon ini bernama wayang parsi. Masuk ke Semenanjung Tanah Melayu tahun 1870 dibawa oleh para pedagang India. Tahun 1885-1902 merupakan pertumbuhan wayang bangsawan di nusantara hingga ke sekotah Riau sebagai salah satu bentuk teater Melayu. Negeri yang mula-mula sekali menyebut bentuk teater ini sebagai wayang bangsawan adalah Pulau Pinang, kemudian menyebar luas ke seluruh pelosok negeri di kawasan tanah Melayu hingga ke Singapura, Riau, dan Medan.

Tahun 1902-1935 menurut para ahli merupakan zaman kegemilangan wayang bangsawan. Diperkirakan tahun 1906, bentuk teater ini masuk ke Riau melalui Pulau Penyengat. Dari Pulau Penyengat menyebar ke Utara dan ke Selatan serta wilayah Riau pesisir. Di bagian utara dikembangkan oleh Raja Ahmad Ukur hingga ke pulau Bunguran. Di selatan hingga Daik Lingga dan Dabo singkep sampai Bengkalis, Bagan Siapi-api, Selat Panjang, Siak Sri Indrapura dan Rengat (indragiri). Di Bagian Barat hanya sampai ke Tanjung Balai Karimun, kundur dan Moro Sulit.

Pada beberapa kawasan Riau pesisir, seperti Bengakis dan Bagan Siapi-api, penduduk setempat sebelum perang dunia II meniru semacam sandiwara yang disebut Toneel. Namun demikian, wayang bangswan tetap mendapat tempat di penikmatnya.

Rujukan:
Ediruslan, Amanriza Pe dan Junus Hasan. 1993. Seni Pertunjukan Tradisional Daerah Riau
Rahman, Elmustian, dkk. 2012. Ensiklopedia Kebudayaan Melayu Riau, Pekanbaru: Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau, 2012

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *