Rarak

Pelaksanan Rarak dalam pelaksanaan pacu jalur di Telukkuantan, Riau. (foto: kosabudaya.id)

RARAK adalah genre musik tradisional berupa pergelaran musik instrumental yang terdiri dari calempong, gong, dan gendang. Seni pertunjukan ini berkembang pada masyarakat Rantau Kuantan, Riau.

Semua alat musik rarak dibunyikan dengan dipukul. Gong biasanya dipukul dengan memakai pelepah kelapa, calempong dipukul dengan kayu mati, dan gendang dipukul dengan jari tangan. Semua seniman rarak disebut tukang rarak.

Bacaan Lainnya

Kata rarak pada dasarnya mengandung 3 pengertian yang berbeda. Pertama, ditujukan pada alat musik tradisional yaitu oguang (gong), gondang (gendang), barabano (rebana) dan calempong. Kedua, kata “rarak” menunjukkan jenis perangkat atau kesatuan alat bunyi-bunyian tersebut, misalnya rarak oguang (rarak gong), rarak gondang godang atau rarak jalur, rarak calempong onam dan sebagainya. Ketiga, kata “rarak” merujuk pada lagu yang dibawakan oleh alat musik tersebut. Jika puak Melayu Kuantan Singingi mengatakan “Mano rarak tako?”(Mana rarak tadi?) artinya mereka menanyakan alat musik tradisional tersebut. Jika mereka bertanya “Pakai rak apo go kalian?”(Pakai rarak apakah kalian?) merujuk pada jenis perangkat (kesatuan) alat musik tersebut. Selanjutnya jika mereka mengatakan “La, rarak apo lai?”(Ayo, rarak apa lagi?) yang dimaksud ialah lagu apa lagi selanjutnya.

Karena rarak berarti menghitung-hitung diri, maka semua alat rarak mempunyai tamsil dan maknanya sendiri. Makna dan kiasan itu menyangkut manusia dan dunianya, dalam pergaulan nasib dan peruntungannya. Oguang (gong) dipandang sebagai kiasan kepada orang yang besar bicara, pongah dan memandang diri serba lebih. Orang serupa ini hendaklah ditekan dengan adat, agar berkurang bualnya yang besar itu agar merasakan dirinya setaraf dengan orang lain. Tekanan atau peringatan adat itu dilambangkan dengan gong yang dipegang erat-erat ketika membunyikannya.

Gondang atau gendang yang dua buah adalah lambang dari orang yang engkar tongkar (pembangkang). Keduanya sama-sama kosong, tidak ada isinya, tak ada apa-apa di dalamnya. Orang yang engkar dan tongkar harus diawasi dan dibatasi dengan adat. Hanya dengan ikatan adat (berbagai peraturan) orang yang engkar dan pembangkang dapat diarahkan kepada kebaikan. Hal ini dilambangkan dengan gendang tersebut yang diikat dengan rotan erat-erat. Jika gedang itu tidak diikat erat-erat, gendang itu tak ada gunanya. Demikian pula orang yang engkar dan tongkar, jika tidak dikendalikan dengan adat (peraturan), mereka akan menjadi sampah masyarakat atau orang yang tak berguna.

Rarak tidak akan bisa berlangsung jika tidak ada calempong yang lima. Rarak tidak akan enak didengar jika tidak ada bunyi calempong yang menjalinnya. Sebab, calempong merupakan tajuk mahkota keindahan rarak yang mampu menembus suasana batin manusia dengan bunyinya yang indah. Oleh karena itu, calempong melambangkan kehidupan tidak akan indah dan sempurna jika tidak dilengkapi dengan nilai-nilai agama. Dunia baru mempunyai makna bila diarahkan pada pengabdian kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.

Semua alat musik tradisional ini dibeli oleh orang Melayu Kuantan dari Tanah Semenanjung Melaka, yang dulu terkenal dengan Malaya; sekarang menjadi Malaysia. Puak Melayu Kuantan memang banyak merantau ke Malaysia sehingga sampai sekarang sebagian di antaranya menetap di sana. Para perantau Kuantan itu banyak yang membuat kebun getah dan gambir di sekitar kota Kuala Lumpur sekarang ini, terutama antara Kuala Lumpur dengan Kelang. Rarak menjadi tanda mata dan sekaligus kenang-kenangan bagi setiap perantau yang pulang dari tanah seberang.

Pembelian rarak di Malaya oleh perantau Kuantan berakhir dengan kedatangan Jepang. Semenjak itu tidak ada lagi alat musik itu dibawa oleh para perantau, meskipun selepas itu masih ada beberapa perantau ke sana. Adapun alat musik yang dibeli itu terutama gong dan calempong. Gendang dan rebana kemudian dapat dibuat sendiri, sebab bahan-bahannya dengan mudah dapat diperoleh di Kuantan Singingi.

Rarak Kuantan sengaja menghindari pemakaian kata-kata langsung dalam penyampaian makna dunia dan kehidupan, namun menggunakan titian lambang dan kiasan. Dengan memakai lambang dan kiasan, maka konsep tentang dunia dan kehidupan dari generasi yang arif masa silam yang tertuang ke dalam adat dan resam diwariskan kepada generasi berikutnya.

Jenis-jenis Rarak
Rarak terbagi dalam bebera jenis berdasarkan alat musik yang disertakan. Setiap penyertaan alat musik juga akan berbeda saat dipertunjukan.

Rarak Calempong Enam
Dinamai demikian karena memakan enam buah calempong dan sebuah rebana. Satu orang tukang rarak memainkan dua calempong, sedang rebana dimainkan oleh seorang tukang rarak. Rarak ini amat banyak gunanya, di antaranya untuk hiburan bagi anak tobo yang masa dulu kebanyakan terdiri dari kaum muda-mudi. Kemudian keistimewaannya juga diperlihatkan oleh para senimannya. Rarak Calempong Onam ini dapat dimainkan oleh lelaki maupun perempuan, bahkan juga dapat bercampur lelaki dan perempuan. Dengan sifatnya yang demikian, maka rarak ini merupakan rarak anak muda. Karena sarat dengan kiasan kasih sayang. Jenis lagu rarak calempong enam adalah Tanjuang Benai, Cangkur Ayam, Tak Tinjak, Agia Rokok dan Koral Kasia.

Rarak Calempong Manyiang
Jenis rarak yang paling sederhana.Rarak ini terbuat dari kayu kering yang disebut manyiang. Jenis rarak ini sering dibuat dan dibunyikan oleh para petani sambil menunggu ladang dan kebunnya. Tetapi setelah datang jenis rarak yang berupa gong dan calempong (dari besi dan tembaga) dilengkapi dengan gendang dan rebana, maka jenis rarak tersebut mulai menghilang.

Rarak Gondang Godang
Disebut juga rarak silek (rarak silat), karena ketika orang bersilat rarak inilah yang dibunyikan. Rarak ini juga disebut pula Rarak Jaluar (rarak jalur) karena jenis rarak ini dipakai pula ketika menunggu jalur dan pacu jalur. Rarak ini memakai lima buah calempong, dua buah gendang panjang dan satu gong besar. Calempong dipukul oleh seorang tukang rarak, gong satu orang dan gendang dua orang. Rarak ini biasanya hanya dimainkan oleh kalangan lelaki saja. Gunanya untuk mengiringi orang bersilat dan menjaga jalur. Lagu-lagu yang dimankan diantaranya yaitu: Ciek-ciek, Tigo-tigo, Taktenda, Kandidi, Gelang-getang, Kitang-kitik dan Kacimpuang di Ulak Botiang. Rarak Gondang Godang dianggap sebagai rarak puncak karena rarak ini mengandung makna kehidupan yang dalam.

Rarak Oguang Godang
Jenis rarak ini memakai dua buah gong besar dan sebuah rebana. Rarak ini dimainkan oleh tiga orang tukang rarak, masing-masing memukul satu alat rarak. Rarak ini seringkali hanya dimainkan oleh perempuan saja. Bunyinya amat bergema. Kedua gong saling bersahutan lalu dijalin oleh bunyi rebana. Musik tradisional ini digunakan untuk mengarak anak pancar ketika khatam Qur’an, turun mandi dan nikah-kawin. Beberapa lagunya diberi nama: Logu Kasonjoon (Lagu Kesenjaan), Logu Urang Bonai (Lagu Orang Benai), Logu Urang Pangian (lagu orang Pangian), Saramo dan Tigo-tigo.

Rarak Oguang Kenek
Rarak yang memakai dua buah gong kecil dan sebuah rebana. Rarak ini tidak jauh berbeda dengan rarak oguang godang. Bedanya hanya pada ukuran gongnya yang lebih kecil (gong kociak/gong kecil). Namun, karena jenis gong kociak ini sudah hampir punah, maka jenis rarak ini hampir tak dikenal lagi.

Rujukan:
1. UU. Hamidy. 2000. Masyarakat Adat Kuantan Singingi. Pekanbaru: UIR Press
2. Taufik Ikram Jamil, Derichard H. Putra, dan Syaiful Anuar. 2020. Pendidikan Budaya Melayu Riau untuk SMA/SMK/MA Kelas X. Pekanbaru: Penerbit Narawita

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *