Perahu Baganduang

Festival Perahu Baganduang.

Perahu baganduang (bergandung) adalah perahu kebesaran yang digunakan oleh ninik mamak dalam tradisi manjopuik limau di Kenegerian Lubuk Jambi, Kuantan Singingi, Riau. Perahu baganduang dibuat dari jalur mini (lebih kecil dari jalur) yang digandung dengan dua atau tiga jalur mini lainnya. Perahu hasil gandungan ditegakkan gulang-gulang (tunggul adat), simbol- simbol, serta dihiasi janur, dan kain panjang. Perahu ini merupakan lambang dari kemegahan, perjuangan, batobo, jalinan kasih, dan bentuk sanjungan seorang bujang kepada seorang gadis.

Perahu baganduang memiliki tiga bagian utama dan beberapa bagian pendukung. Ketiga bagian utama tersebut adalah beranda, tonggak, dan lantai berpagar janur. Beranda merupakan simbol balai adat yang di dalamnya terdapat bangku panjang dan gapura yang terbuat dari janur. Beranda berfungsi sebagai ruang berdiam si bujang saat manjopuik limau. Tonggak adalah layar perahu baganduang sekaligus penyatu ketiga perahu, berfungsi sebagai rumah dari penempatan simbol-simbol. Simbol-simbol tersebut berupa bulan bintang, lima buah payung, tanduk kerbau, labu-labu, padi baranggik, dan dua buah merawagh. Sedangkan lantai berpagar janur merupakan simbol dari laman silat, berbentuk persegi empat yang pada setiap sudutnya ditegakkan gulang-gulang dan kain panjang.

Bacaan Lainnya

Simbol-simbol yang terdapat pada perahu baganduang berkaitan dengan adat dan batobo. Semua simbol dibuat dari bambu yang dibungkus atau dibentuk dengan kain. Makna dari simbol-simbol tersebut adalah:
1. bulan bintang dan kubah masjid simbol ketuhanan
2. lima buah payung simbol rukun Islam
3. cermin polos simbol dari urang malin nan barompek yang bergelar suluah bendang dalam nagori
4. padi baranggik dan dua buah merawagh simbol kemakmuran
5. kain panjang warna warni simbol masyarakat yang bersuku-suku
6. cerano simbol persembahan kepada ninik mamak
7. sopan santun dan pembuka kata dalam sebuah acara tradisi
8. payung kuning simbol kemakmuran
9. tanduk kerbau simbol keadilan
10. tuai atau ani-ani simbol masyarakat petani
11. labu-labu simbol dari persatuan dan kesatuan.

Sejarah dan Perkembangan
Perahu baganduang pada masa awal digunakan sebagai kendaraan raja yang hanya dinaiki oleh para pembesar kerajaan. Namun dalam perjalanannya, perahu ini digunakan oleh para kemenakan ketika manjalang (mengunjungi) ninik mamak untuk menunjukan kebanggaan kepada suku lain.

Pada masa selanjutnya, perahu baganduang digunakan saat panen untuk menganggkut hasil pertanian. Setiap fase penggunaan dibedakan dari simbol-simbol yang terpasang pada perahu baganduang.

Saat tobo bujang gadih semakin banyak dilakukan, perahu baganduang kemudian digunakan dalam manjopuik limau, yaitu tradisi menjemput air racikan limau oleh seorang bujang yang dibuat oleh seorang gadis. Bujang dan gadis merupakan anak tobo yang sama. Pada saat itu, perahu baganduang mulai dilengkapi dengan berbagai simbol-simbol yang berkaitan dengan batobo.

Tobo bujang gadih merupakan tobo yang beranggotakan para bujang dan gadis. Tobo ini tidak saja sebagai batobo dalam mengerjakan lahan pertanian, tetapi juga sarana pertemuan antara bujang dan gadis untuk mengenal lebih jauh. Pada akhir masa batobo, bujang yang memiliki ketertarikan dengan salah seorang gadis anak tobo, akan meminta si gadis untuk membuat racikan limau yang nantinya akan digunakan untuk mandi balimau ketika menyambut Idul Fitri. Permintaan tersebut dilakukan melalui titian sosok (orang ketiga yang berfungsi sebagai perantara). Titian sosok pula yang mengatur anak tobo lain untuk bersama- sama membuat perahu baganduang.

Kepastikan apakah bujang akan meminang si gadis ditentukan 2 bulan kemuduian, atau pada saat lebaran hari raya haji. Pada saat itu, mangkuk yang dijadikan sebagai tempat racikan air limau akan diisi dengan minuman yang diantar oleh si bujang bersama dengan anak tobo yang lain. Jika sang bujang berkeinginan memperistri si gadis, maka ia akan melanjutkan pertemuan berikutnya dengan mengantar kain panjang kain baju, dan sebuah cincin atau gelang. Namun, jika si bujang tidak berkeinginan meminang si gadis, ia cukup mengatarkan mangkuk racikan limau saja yang telah diisi minuman tersebut.

Pada akhir 80-an, perahu baganduang juga digunakan sebagai perahu untuk membawa tamu dalam setiap pelaksanaan pacu jalur di Telukkuantan. Sejak 1996, perahu baganduang mulai dilombakan dalam festival perahu baganduang yang dilaksanakan di Kampung Koto Kenegerian Lubuk Jambi. Festival dilaksanakan pada minggu pertama setelah Hari Raya Idul Fitri atau pada 8 Syawal.

Peserta festival perahu baganduang berasal dari setiap kampung yang berada dalam Kenegerian Lubuk Jambi. Setiap perahu baganduang akan menjemput limau dari seorang gadis yang telah ditentukan. Dewan juri festival ini terdiri dari tokoh adat dan ninik mamak yang akan menilai keindahan dan kelengkapan adat yang ada pada perahu peserta. Perahu peserta yang memiliki nilai tinggi dari sisi keindahan dan adat, akan ditetapkan sebagai pemenang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *