Pantang Larang

Makam. Pantang larang di perkuburan misalnya pantang melangkahi kuburan. (foto: kosabudaya.id)

PANTANG LARANG adalah genre sastra lisan berupa aturan-aturan yang harus ditaati oleh masyarakat Melayu yang disertai ancaman bila dilanggar. Pantang larang berlandasankah kepada pengalaman (kognisi) yang kemudian diwujudkan di dalam berbagai bentuk agar mudah diingat atau diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Pantang larang kadang tidak memiliki hubungan kausalitas apa pun, namun jika ditelusuri lebih jauh, ada pesan-pesan tertentu yang hendak disampaikan. Secara umum, pesan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu:

Bacaan Lainnya

Pertama, untuk mendidik cara kehidupan yang teratur, tata tertib dan sebagainya. Pantang-larang dalam bentuk ini merupakan nasihat yang dapat membentuk budi pekerti anggota masyarakat supaya patuh pada norma masyarakat.

Kedua, untuk menjaga kesejahteraan sosial di kalangan anggota masyarakat. Misalnya, menjadi pantang bagi orang Melayu jika kepalanya dimain-mainkan orang. Atau, pantang bersiul atau bernyanyi di tanah perkuburan, supaya tidak mengganggu roh orang yang sudah meninggal.

Ketiga, untuk menjaga dan menjamin kesehatan anggota masya­rakat. Misalnya, pantang-larang yang dikenakan kepada ibu selama 44 hari selepas bersalin. Si ibu harus berpantang dari makan makanan yang sejuk, makanan yang menyebabkan gatal dan sebagainya.

Proses Pewarisan
Pantang larang disampai oleh orang tua-tua kepada yang muda, atau teman sebaya. Dalam proses penyampaiannya, tidak mengenal tempat atau waktu. Tetapi biasanya penuturan pantang larang selalu berhubungan dengan seseorang jika hendak melakukan sesuatu aktivitas.

Tradisi Pantang larang dapat mempengaruhi watak dan perilaku manusia, karena inti dari penggunaannya adalah untuk menyampaikan pesan-pesan etis, petuah bahkan amanah, juga menjadi rujukan dalam ketentuan adat, dan menjadi alat dalam mendidik. Pantang-larang dalam masyarakat Melayu merupakan salah satu kiat dalam menyampaikan pesan atau sebagai medium penyampaian pesan. Orang tua tempo dulu, untuk mengatakan sesuatu (pesan) tidak secara langsung, tapi dengan melalui perumpamaan, contoh-contoh, dan tingkah laku. Pada ihwal ini, pantang-larang bertindak sebagai medium dalam penyampai pesan.

Pantang dan Ancaman
Berkenaan dengan pantang-larang, dalam dunia kehidupan orang Melayu, selalu dihubungkan dengan adanya ancaman, larangan karena ada ancaman. Menyangkut dengan itu ada tiga hal maksud yang pantang-larang, yakni ancaman malu, ancaman sakit, dan ancaman cacat.

Pertama, Ancaman Malu, misal pantang-larang anak gadis  jangan duduk di depan pintu, ancamannya jauh jodohnya. Logika dari ungkapan pantang-larang itu, dikawatirkan akan menimbulkan hal-hal yang negatif, sehingga apabila terlihat oleh orang yang lewat (lalu) akan menganggap bahwa anak gadis tersebut tidak punya etika. Berkenaan dengan itu, maka akibatnya berkemungkinan hanya perjaka jauh saja yang mau mempersuntingnya. Oleh sebab itu, sang gadis akan malu menjadi perawan tua (tidak kawin).

Malu, adalah sifat yang dijunjung tinggi oleh orang Melayu. Orang tua-tua mengatakan: ”Kalau malu sudah hilang, hidupnya sama dengan binatang”. Dalam tunjuk ajar orang Melayu, sifat malu adalah cerminan moral. Malu berbuat kejahatan, malu melakukan perbuatan tercela, malu berkata kasar, malu menyombong, malu menipu, malu berkhianat, malu mendurhaka, malu menjilat, malu mengambil muka, malu merampas hak orang lain, dan sebagainya.

Dari sisi lain, dipantangkan pula untuk malu dalam hal-hal yang baik, misalnya, malu menuntut ilmu, malu melakukan kesalahan dan kebodohan diri sendiri, malu berterus terang, malu bertanggung jawab, dan sebagainya. Orang tua-tua mengatakan, ”kalau malu berbuat ibadat, dunia akhirat akan tersesat,” “kalau malu bekerja, hidupnya akan sengsara,” “kalau malu minta nasihat, dunia akhirat hidup melarat”.

Merajuk kepada acuan di atas, maka orang Melayu melarang malu pada jalan kebaikan, dan menyuruh untuk malu berbuat keburukan. Orang yang tidak beraib malu, dalam kehidupan orang Melayu amatlah hina. Orang ini dianggap amat rendah, hina dan dapat disamakan dengan binatang. Karenanya, orang Melayu berusaha untuk memelihara sifat malu sepanjang hayatnya.

Kedua, ancaman sakit, misal pantang-larang jangan duduk di bantal ancamannya tumbuh bisul di pantat. Logika dari pantang-larang ini, dalam dunia Melayu kepala merupakan anggota tubuh yang paling terhormat, sedangkan bantal fungsinya sebagai alas kepala. Kepala tidak pantas disejajarkan dengan pantat. Selanjutnya bantal juga akan lebih cepat rusak dan kotor apabila diduduki.  Di samping itu,  pada masa lalu untuk mendapatkan sebuah bantal sangat sulit (kapas dan bahan kain harganya mahal). Selanjutnya berkenaan dengan ancaman sakit (bisul), artinya bukan tukak/pekung, karena bisul merupakan penyakit yang sangat dikenal oleh semua kalangan/usia. Bagi anak-anak, bisul merupakan penyakit yang mengerikan.

Lanjut ke halaman berikutnya…

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *