Nyanyi Panjang

Nyanyi Panjang. (foto: budayamelayuriau.org)

NYANYI PANJANG adalah sastra lisan yang disajikan dengan dilagukan atau dinyanyikan. Sastra lisan ini dikenal terutama pada masyarakat Petalangan, Riau. Penyebutan nyanyi panjang mengandung dua kata yaitu “nyanyi” bermakna bentuk persembahan dan “panjang” bermakna waktu yang diperlukan untuk penyampaian. Penyaji sastra lisan ini disebut sebagai tukang cerita nyanyi panjang atau tukang nyanyi.

Nyanyi panjang memerlukan watu satu malam untuk menamatkan sebuah cerita. Ceritanya berbentuk “prosa lirik” atau “prosa berirama” seperti puisi tradisional bebas. Setiap baris terdiri dari tiga hingga enam suku kata yang membentuk menjadi empat sampai tujuh kata. Hal ini mempermudah tukang cerita menyanyikan cerita tersebut. Cerita kadang juga mengandung pantun. Struktur cerita umumnya terbagi dalam tiga peristiwa besar yaitu kelahiran (pengenalan), pengembaraan dan penyelesaian.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan ceritanya, nyanyi panjang  terbagi menjadi 2, yaitu nyanyi panjang lama dan baru. Nyanyi panjang lama memiliki ciri yaitu:
a) penokohan terutama tokoh pahlawannya memiliki kesaktian luar biasa dan selalu menang dalam peperangan
b) isi cerita penuh dengan tunjuk ajar, hukum adat, dan sedikit kisah percintaan
c) ceritanya selalu berakhir bahagia.

Cerita-cerita yang termasuk kelompok ini adalah Nyanyi Panjang Sutan Paminggei atau Buwung Pedendang, Bujang Si Undang Bujang Si Kubin, Lanang Bisai atau Tunggal  Dagang,  Bujang Tan Domang, Malim Bungsu, Helang Sopan Sayang Terbuang, Balam  Penganjur,  Mogek Bimbang,  Kerja Intan, Bujang Si Gagak, Gandar Bujang, Bujang Tianang, Landak Gunja, Tuk Lanang Jaya, Pinang Peribut dan Sialang Pepat.

Di antara nyanyi panjang lama di atas terdapat nyanyi panjang tombo pesukuan (terombo, sejarah suku). Isinya memaparkan asal-usul leluhur pesukuan dan asal-usul hutan-tanah wilayat yang sarat dengan tunjuk ajar seperti hukum adat, amanat dan peraturan dalam masyarakat. Cerita yang mengandung tombo pesukuan yaitu Nyanyi Panjang Bujang Tan Domang dan Bujang Si Undang Bujang Si Kubin.

Nyanyi panjang baru yaitu cerita-cerita yang dianggap lebih muda usianya, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) tokoh utamanya kurang mempunyai kesaktian dan selalu kalah dalam peperangan, sehingga ia memerlukan tokoh pendamping
b) isi cerita umumnya tentang percintaan tokoh utamanya dan sedikit sekali berisi tunjuk-ajar
c) ceritanya selalu berakhir tragis, misalnya dengan kematian tokoh utamanya.

Beberapa cerita yang tergolong kelompok ini adalah Nyanyi Panjang Marak Husin, Khatib Mukhsin, Bujang Benalu, Sutan Duani dan Inang Takdodo.

Di antara cerita-cerita yang sering dibawakan dalam nyanyi panjang, cerita yang paling populer adalah Nyanyi Panjang Sutan Peminggir atau Burung Pedendang karena hampir semua tukang cerita menguasainya. Cerita ini disukai karena isi ceritanya memiliki merangkum beragam peristiwa, seperti peperangan, percintaan dan hal-hal gaib. Tokoh-tokoh dalam cerita ini juga sering dipakai oleh para bomo, juragan lebah dan pendekar silat sebagai akuan (roh karib) mereka, seperti Sutan Paminggir, Burung Pedendang, Tuk Saih Panjang Janggut dan Raja Mambang Kuning.

Pertunjukan nyanyi panjang dilakukan pada malam hari, dimulai kira-kira selepas Isya hingga menjelang Subuh. Pertunjukkannya biasanya untuk mengisi perhelatan kenduri perkawinan, sunat rasul dan upacara adat lainnya. Tempat pertunjukannya umumnya di teras rumah tuan atau tempat yang cukup leluasa.

Penyajiannya diawali dengan tukang nyanyi duduk di hadapan khalayak dan meminta izin untuk memulai pertunjukan dengan meminta izin kepada tuan rumah. Kemudian tukang nyanyi mulai melagukan beberapa pantun yang disebut dengan  bebalam. Istilah ini digunakan karena lagu untuk menyanyikan pantun-pantun ini menyerupai bunyi burung balam. Pantun-pantun yang biasa dipakai dalam bebalam antara lain pantun penghormatan, pantun nasib dan pantun muda-mudi. Bebalam memiliki fungsi untuk  untuk menarik perhatian khalayak. Oleh karena itu, bebalam tidak hanya hadir sebagai pembuka saja, tetapi juga sebagai pengisi jeda pertunjukan ketika tukang cerita menganggap khalayak mulai letih, dan dalam bagian penutup.

Dulu persembahan nyanyi panjang diiringi dengan pukulan talam, tetapi kini penampilannya tanpa musik sama sekali. Secara umum, lagu-lagu nyanyi panjang terbagi dua yaitu Lagu Indang Pedonai dan Lagu Indang Padodo. Setiap cerita mempunyai lagu yang berbeda dengan lagu cerita yang lain. Namun, cerita yang sama akan dinyanyikan dengan lagu yang sama oleh setiap tukang cerita.

Tukang nyanyi yang bagus dapat mengundang khalayaknya untuk terlibat dalam cerita yang dibawakannya. Keterlibatan khalayak ini ditunjukkan dengan tepuk tangan, sorak-sorai, tawa, siulan, dan juga komentar seperti: kurrih, itu dio, lantaklah, dan lain-lain. Misalnya ketika terjadi perkelahian atau peperangan dan watak utamanya menang, khalayaknya berseru, “Mati engkau, asoan!” (Mati engkau, rasakan!). Atau kata-kata, “Mampuila kau!” (Mampuslah kau!).

Ketika seorang puteri malu-malu menerima pinangan atau lamaran dari seorang wira, khalayak akan merespon, “Timo ajolah, tak ditimo esuk menyosal” (Terima sajalah, tidak diterima besok menyesal). Begitu juga apabila diceritakan tentang kecantikan seorang puteri, keindahan istana dan halamannya, dan ramainya orang, khalayak akan menimpali “Adui, Mak, cantiknyo, amainyo, eloknyo, Allahu rabbi (Aduh mak, cantiknya, ramainya, eloknya, Allahu rabbi).

Suasana makin bersemangat apabila “sahutan” tadi disambut oleh tukang nyanyi dengan intonasi yang semakin tinggi. Hal ini menjadi pertanda bahwa pengiriman pesan atau makna cerita diterima dengan baik oleh khalayaknya. Sesekali tukang nyanyiberhenti bercerita dan kemudian bebalam.

Setiap babak persembahan berlangsung sekitar 20-45 menit, setelah itu diselingi dengan istirahat. Biasanya pada saat ini sambil minum, merokok, atau makan hidangan yang disediakan, tukang cerita akan berbual dengan penonton tentang pekerjaan dan kehidupan sehari-hari, atau soal jawab tentang peristiwa cerita dan para tokohnya. Sekitar 15-30 menit kemudian, cerita dilanjutkan kembali.

Beberapa tokoh tukang nyanyi yang dikenal hingga saat ini yaitu Baco (laki-laki, 77 tahun) dari Teluk Meranti,  Bidum (laki-laki, 58 tahun) dari Pangkalan Kuras, Kontel (laki-laki, 64 tahun) dari Pangkalan Kuras, Leman (laki-laki, 63 tahun) dari Bunut, Maakul (laki-laki, 64 tahun) dari Pangkalan Kuras, Majid (laki-laki, 48 tahun) dari Pangkalan Kuras, Mudik (laki-laki, 65 tahun) dari Bunut, Mujamal Dando (laki-laki, 73 tahun) dari Teluk Meranti, Munap (laki-laki, 65 tahun) dari Pangkalan Kuras, Mak Pilih (perempuan, 56 tahun) dari Pangkalan Kuras, Pumpuling (perempuan, 68 tahun) dari Bunut, Saidu (laki-laki, 62 tahun) dari Teluk Meranti, Sitam (laki-laki, 52 tahun) dari Langgam, dan Tajuk (perempuan, 50 tahun) dari Langgam.

Cerita-cerita dalam Nyanyi Panjang
Terdapat beberapa cerita yang sering ditampilkan dalam nyanyi panjang. Berikut disarikan cerita-cerita tersebut:

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *