Menyemah Terubuk (Berdikir Terubuk)

Pada suatu ketika, Datuk Mangkhudum Sati mendapat sebuah petunjuk, setelah didatangi oleh seorang raja di laut Bantan yang bernama Sultan Mahmud yang bergelar Raja Muda dan lazim pula disebut Raja Terubuk, yang juga merupakan raja gaib karena wujudnya tidak bisa dilihat kecuali atas izinnya. Rupanya Sultan Mahmud tersebut sudah lama mengetahui kehadiran kedua kakak-beradik itu agar mau bersetia, berjanji akan membela segala keluarga ikan dilaut, dan jika kedua kakak-beradik ini beroleh kesusahan, maka dapat dipanggil segala pengawalnya.

Datuk Mangkhudum Sati berjanji dengan Sultan Mahmud (Raja Muda), untuk membantu selama-lamanya. Selanjutnya Raja Muda atau Raja Terubuk mengatakan kalau perlu mengambil ikan terubuk, pergunakan atau tangkap dengan cara pukat (jaring), dan untuk mengambil telurnya ambillah dengan menggunakan candung timah, agar tidak menyakiti ikan-ikan itu. Diwaktu itu, Datuk Mangkhudum Sati diberi gelar Datuk Mangkhudum Sati dengan Datuk Tanjung dan saudaranya diberi gelar Encik Embung Ratu di Rawang.

Bacaan Lainnya

Suatu waktu, datang utusan dari Pagaruyung untuk melihat keadaan kedua kakak-beradik tersebut. Mereka bertemu dengan kedua kakak-beradik itu. Ketika kembali ke Pagaruyung, bahkan mereka dibekali dengan ikan terubuk beserta telurnya. Utusan tersebut berangkat melalui sungai Siak dan ketika berada di sebuah pangkalan (daerah Tampan di Pekanbaru sekarang), segala ikan itu dikeluarkan dan dijemur supaya kering. Karena ikan yang dijemur sangat banyak maka tempat itu akhirnya disebut “Padang Terubuk”. Sesampainya di Pagaruyung, dikabarkan oleh utusan tersebut kepada raja Pagaruyung perihal kedua anak tersebut, yang rupanya masih tetap seperti dulu perangainya. Ketika mengetahui hal itu, ia menjadi gusar dan berniat untuk kembali menghukum kedua anak itu. Maka dikirimkan lagi utusannya untuk menghukum kedua anak itu.

Datuk Mangkhudum Sati, sepeninggalan utusan tersebut bermufakat dengan adiknya soal kedatangan utusan dari Pagarruyung yang mungkin akan kembali lagi. Lalu datanglah Raja Muda yang langsung menanyakan kesusahan kedua kakak-beradik tersebut dan berkata: “Apabila datang utusan-utusan itu hendaklah mereka diperintahkan menunggu di tempat-tempat yang dirasa perlu, berapapun banyaknya mereka yang datang. Orang-orang itu akan masuk golongan kita dan datuk bersaudara akan kami pelihara dan lindungi, termasuk golongan kami kemudian Raja Muda lenyap dari pandangan mereka berdua”.

Tiada berapa lama datang utusan Raja Pagaruyung serta beberapa pengikut lainnya. Diantaranya kemenakan Datuk Mangkhudum Sati sendiri bernama Raja Said Bujang Pendekar dan Bujang Bongkak. Sesampainya di Tanjung Jati, mereka bertemu dengan Datuk Mangkhudum Sati dan menceritakan apa yang diperintahkan  oleh Raja Pagaruyung. Tetapi Datuk Mangkhudum Sati mengabarkan kepada mereka agar dapat menuruti perintahnya. Utusan yang datang tersebut, tidak sedikitpun menolak apa yang diperintahkan Datuk Mangkhudum Sati. Datuk Hakim ditunjuk untuk menunggu di “Gawar-gawar” Sungai Pakning. Datuk Merambung di Merambung Selenseng (Kuala Bukit Batu). Datuk Kedondong di Dumai, Raja Said Bujang Pendekar di Mestom. Bujang Bongkak di Senderek. Datuk Demong di Sungai Bengkalis. Datuk Tedung di Sungai alam. Gulung Ikal di Muntai. Datuk Panglima Galang menjaga laut dengan sampannya, serta lainya dibeberapa tempat lagi. Mereka ini dianggap golongan Raja Muda (raja gaib).

Suatu waktu pula, Datu Mangkhudum Sati dan adiknya kedatangan kapal anak Raja Perak yang berlabuh di dekat Tanjung Jati yang bermaksud mengambil air minum. Ketika bertemu dengan Encik Embung Ratu, anak Raja itu tertarik dan berminat mengambilnya sebagai istri. Tapi dia belum mengemukakan hasratnya itu dan memilih pulang dulu ke negerinya untuk melapor kepada ayahnya dan minta pendapatnya. Hal itu membuat gelisah Datuk Mangkhudum Sati yang yakin bahwa anak raja itu pasti akan datang lagi. Ketika mereka sedang gelisah, terdengarlah bunyi guruh mendayu dan rupanya beberapa buah kapal (lancang kuning) milik Sultan Mahmud (Raja Muda) datang. Raja Muda itu langsung berkata, “Wahai Datuk Mangkhudum Sati, kami sekarang bermaksud akan pergi ke Tanjung Padang untuk mengambil Tuan Puteri Puyu-puyu yang terdapat di dalam kolam (tasik). Disana dia tinggal di dalam sebuah mahligai yang sangat kokoh serta penjagaan yang sangat rapi. Datuk harus memberikan pertolongan pada kami dan menjaga suatu hal, segala kejadian di daerah ini”. Datuk Mangkhudum Sati menjawab, “Hamba bersedia memberi bantuan, tetapi bagaimana pula halnya kami ini, sedangkan kami tidak sederajat dengan Tuanku. Kami ini sedang memikirkan pula akan diri kami. Utusan Pagarruyung itu selalu memperhatikan dan baru-baru datang sebuah kapal, singgah disini, tentu mereka telah mengetahui bahwa kami menetap disini”.

Raja Muda berkata kepada Datuk Mangkhudum Sati, “Hal itu jangan dikhawatirkan, datuk akan terhindar dari segala-galanya”. Raja Mudapun menghilang, Datuk Mangkhudum Sati serta adiknya Encik Embung Ratu di Rawang pun ikut menghilang. Begitupun dengan para utusan Pagaruyung. Menurut cerita, Datuk Mangkhudum Sati saat ini menetap di Tanjung Jati, karena itulah ia dinamakan Datuk Tanjung.

Cerita tersebut menjadi cikal-bakal upacara penyemahan ikan terubuk di Bengkalis yang diadakan setiap tahun. Diawali dengan adanya kepercayaan bahwa roh orang yang mati akan hidup kembali dan memberi ajaran kepada anak-cucunya yang masih hidup. Dengan kesempatan inilah anak cucu tadi menerima ajaran dari yang telah mati dan menerima petunjuk yang akan dilaksanakan terus oleh anak-cucunya. Dari kepercayaan ini berkembang pada kepercayaan untuk memperlakukan ikan terubuk dengan baik dan mengadakan penyemahan.

Dalam penyemahan ini, roh-roh dari Raja Muda (Raja Terubuk), kedua kakak beradik dan utusan Raja Pagarruyung tersebut yang mungkin muncul atau memasuki raga keturunannya atau para bomo.

Tata cara penyelenggaraan tersebut dengan sendirinya mengikuti petunjuk roh tersebut, sesuai dengan ajaran Raja Muda pada Datuk Mangkhudum Sati dulu.

Penyemahan laut atau ikan terubuk ini pertama kali dilakukan dimasa Biduan Mak Sianjing ibu saudara dari Awang Sulung Merah Muda yang pertama mendiami pulau Bengkalis. Sampai kepada Datuk Bandar Jamal turunan Datuk Laksamana Bukit Batu. Setelah penyemahan diadakan, maka ikan terubuk itu akan muncul dalam jumlah yang banyak di Selat Bengkalis dan memberi hasil yang memuaskan bagi nelayan-nelayan Bukit Batu, Bengkalis dan sekitarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *