Menyemah Terubuk (Berdikir Terubuk)

MENYEMAH terubuk atau berdikir terubuk adalah ritual menghormati dan menangkap ikan terubuk di Bukitbatu Bengkalis. Prosesi menyemah dimulai dengan membangun sebuah balai yang disebut Balai Terubuk. Balai berukuran sekitar 6 x 9 meter berbentuk persegi empat dengan empat tiang yang tembus hingga ke dasar laut. Setiap sudut tiang dipercaya dijaga oleh empat batin yang terdapat di Bengkalis yaitu Batin Bengkalis, Batin Senderak, Batin Alam, dan Batin Penebal.

Dalam menurunkan dan membawa peralatan ritual, dibuatlah sebuah rakit dari beberapa sampan panjang. Disitulah duduk segala orang-orang yang berkenaan. Ditabuhlah rebana, biduanpun bersyair dengan puji-pujian dan bomo-bomo itu pun kemasukan semuanya kemudian pinggangnya diikat dengan tali. Alat-alat untuk penyemahan yang sudah dipersiapkan kemudian diletakkan di atas air di Kualu Bukit Batu. Kepala kerbau digantungkan di Tanjung Gawar-gawar Sungai Pak Ning. Tangan kanan kerbau digantungkan di Teluk Mambang Kuning dengan Muara Sungai Bukit Batu. Tangan kiri kerbau digantungkan di Tanjung Jati, dan kaki kanan kerbau digantungkan di Merambung.

Bacaan Lainnya

Ketika menghadap pulang, maka singgahlah di Senderak untuk membersihkan rakit dan talam-talam, pinggan, dan segala peralatan lainnya hingga ke Padekik, karena disitu tempat ikan terubuk menghempaskan telurnya.

Adapun pengerjaan penyemahan ini sangat berat sekali dan tidak bisa dibuat dalam satu atau dua minggu saja. Biasanya yang telah dibuat memakan waktu tiga bulan baru selesai. Ikan terubuk Bengkalis pada masa dahulu sangat enak. Konon kabarnya sewaktu ikan terubuk sampai di Tanjung Jati ikan tersebut memakan lumut yang melekat di tunggul jati, dan meminum air bengkalis, Dahulu ketika penyemahan di laut dilakukan pada masa Mak Sikancing ibu saudara dari Awang Merah Muda yang mendiami Sungai Bengkalis sampai kepada Datuk Bandar Jamal turunan Datuk Laksamana Raja Dilaut Bukit Batu. Pelaksanaan penyemahan raja dilaut ini sangat dipentingkan betul dan dianggap satu kepercayaan karena setiap diadakan penyemahan di laut ikan terubuk itu betul-betul terbukti banyaknya dan memberi hasil yang sangat memuaskan bagi nelayan-nelayan di Bukit Batu Bengkalis dan sekitarnya.

Tunggul Jati itu kononnya betul-betul menyembul dari permukaan laut yang besarnya menurut cerita dapat menempatkan 40 hidangan, Jenjang Raja dan bomo-bomo itu menyelam ke laut menyisir tanggul jati dengan sisir emas, menyudipnya dengan sulip emas pula. Kenyataan semacam ini sampai pada penyemahan yang dilakukan sampai tahun 1962. Namun pelaksanaan Penyemahan yang terakhir itu tidak berhasil membuat tunggul jati tumbuh. Sejak itu sampai sekarang belum pernah diadakan lagi penyemahan di laut.

Upacara menangkap ikan terubuk yang dikenal di Bengkalis. Menurut kepercayaan masyarakat di daerah ini, upacara ini berakar dari kisah berikut:

Menurut cerita, pada masa dahulu daerah Bengkalis kedatangan dua orang kakak beradik (laki-laki dan perempuan) dari kerajaan Pagarruyung, sebuah kerajaan di Minangkabau atau Sumatra Barat sekarang. Kedua kakak beradik dibuang oleh raja Pagaruyung karena telah dianggap melakukan sumbang yang terlarang oleh agama dan masyarakat. Kedua beradik ini dilahirkan kembar, namun sampai dewasa selalu bersama seperti mandi bersama, tidur bersama, kemana-mana bersama dan sebagainya. Sampai akhirnya dituduh telah berbuat sumbang.

Akhirnya oleh Raja Pagarruyung, kedua kakak beradik itu yakni Datuk Mangkhudum Sati (yang laki-laki) dan Encik Embung (yang perempuan) dihukum buang dengan menghanyutkan mereka di Sungai Siak dalam sebuah lukah yang disebut “Lukah Sipa”. Mereka terdampar di ujung barat pulau Bengkalis, tepat di Tanjung Jati. Di tempat ini, kemudian kedua kakak beradik ini mendirikan sebuah pondok tempat tinggal yang tersusun dari kayu-kayu di tepi sebuah “rawang”. Datuk Mangkhudum Sati juga membuat sebuah pondok di tepi laut (pantai), untuk menangkap ikan, buah-buahan dan benda yang hanyut oleh arus untuk dimakan. Ia juga menyirat rumput purun (kumbuh) yang dibawanya dari Payakumbuh untuk dijadikan alat penangkap ikan seperti jaring (pukat) sekarang ini. Semua ikan yang datang memakan rumput itu dengan mudah dapat ditangkapnya dan menjadi sumber makanan mereka sehari-hari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *