Mantera

Masyarakat Akit di Kampung Titiakar Rupat melaksanakan ritual pengobatan bedikei. (foto: kosabudaya.id)

MANTRA adalah ucapan berdaya magis yang digunakan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Melayu tradisional. Mantera dapat digunakan sebagai pelangkah, penjaga diri, penjaga harta benda, penyampai maksud, permohonan atau pengharapan, untuk permainan rakyat termasuk olahraga, dsb. Istilah mantera, merupakan sebutan yang paling umum dipakai, kerabat dari istilah mantera misalnya serapah, jampi, tawar, tangkal, cuca, dan oja.

Di alam Melayu, mantera sudah ada dan dikenal (berkembang) semenjak manusia purba. mantera sebagai permulaan bentuk puisi tradisional. Sebagai salah satu puisi tradisional, mantera dianggap memiliki karakteristik yang khas apabila dibandingkan dengan jenis puisi tradisional lainnya. Kekhasan itu tampak pada kesakralan atau kekuatan yang ditimbul­kannya. Dari segi kepenuturannya pun menampakkan kekhasan pula.

Bacaan Lainnya

Sebagai jenis puisi yang memiliki kesakralan dan kekuatan gaib, mantera dituturkan hanya oleh orang-orang tertentu yang memenuhi persyaratan tertentu untuk itu. Orang-orang dimaksud biasanya pawang, dukun atau bomo. Mereka ini dipandang oleh masyarakat sebagai orang yang memiliki nilai lebih dan dipercayai merupakan orang yang siap menolong dan menyelamatkan masyarakat dari segala marabahaya yang mengancamn­ya.

Syarat mantera berikut: (1) mantera mempunyai kekuatan magik yang diperoleh dari persamaan bahasa, yang biasanya melalui perulangan bunyi, kata dan struk­tur, yang berjalan bersamaan; (2) karena mantera pada dasarnya mengandung dua hal yang bertentangan, rayuan dan perintah, maka kedua unsur tersebut harus tercermin di dalamnya. Permintaan yang merayu-rayu biasanya dicapai dengan “pemborosan” pengucapan bahasa yang diperoleh melalui berbagai perulangan; (3) mantera banyak mengandung kata yang kurang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk memperkuat daya sugesti kata, dan (4) jika dibaca dengan cara keras, mantera menimbulkan efek bunyi yang bersifat magis.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut sebagai ilustrasi dapat disimak pada mantera Pemanis Minyak berikut ini.

tuang minyak kutuang
kutuang di tapak tangan
bukan aku minyak seorang
aku minyak bulan bintang
mata hari dan cahaya
cahaya bulan dan cahaya aku
cahaya bintang cahaya aku
cahaya matahari cahaya aku
cahaya Allah cahaya Muhammad
berkat lailaha illallah
Muhammadarrosulullah

Mantera tersebut sebagai mantera yang multifungsi. Dikatakan multifungsi karena digunakan tidak hanya pada satu maksud saja. Misalnya, agar orang menjadi suka (bersahabat dan pengasih atau agar jatuh cinta), membuat orang tidak marah kepada si pemakai, dilunakkan hatinya, dan sebagain­ya.    

Selain istilah mantera, ada lagi istilah lain yang merupakan, kerabatnya, sbb.: serapah, jampi, tawar, tangkal, cuca, dan oja.  Serapah. Serapah digunakan untuk mengadakan komunikasi dengan makhluk halus seperti jin, setan, iblis, jembalang dan berbagai jenis hantu lainnya. Yang dimaksud berkomunikasi dalam pengertian ini ialah bisa saja membujuk, memanggil, atau menghalau makhluk yang dimaksud.

Jampi
Jampi ialah sesuatu yang dibacakan oleh seseorang kepada orang lain. Atau seseorang menghembus­kannya, tangkal dari jauh, supaya ruh halus yang masuk dalam jiwa seseorang keluar dan hilang, atau mungkin saja orang yang dimaksud menjadi birahi, dan lain-lain. Pemba­caan tersebut dapat langsung kepada seseorang yang dijampi karena sakit misalnya atau kepada benda-benda yang dijam­pi, air atau batu dan benda lainnya.

Tawar
Tawar atau disebut juga dengan penawar. Digunakan untuk mengobati penyakit. Perbedaan tawar dengan jampi ialah, bila jampi digunakan untuk maksud tertentu kepada seseorang atau benda atau makhluk halus lainnya, sedangkan tawar atau penawar digunakan untuk menyembuhkan seseorang dari penyakit yang disebabkan oleh sesuatu yang berbisa (racun), misalnya terkena gigitan binatang berbisa, berbagai jenis bisa (racun), dan sakit-sakit lainnya.

Tangkal
Tangkal atau penangkal merupakan kalimat-kalimat, sebagai alat untuk mengantisipasi atau sebagai penangkis perbuatan jahat dari makhluk lain, baik makhluk halus (jin, setan, jembalang, hantu, dan sebagainya) maupun makhluk seperti manusia dan bina­tang. Kalimat-kalimat pada tangkal ini di samping menggunakan bahasa Melayu Riau, juga menggunakan bahasa Arab; atau kombinasi dari kedua bahasa tersebut.

Mantera ini dikatakan sebagai tangkal apabila ditulis atau dibacakan pada suatu alat atau benda, yang kemudian benda tersebut diikatkan pada salah satu anggota tubuh atau diletakkan di tempat-tempat tertentu yang dibutuhkan bagi yang mengenakan tangkal —pada leher untuk tangkal anak-anak, pinggang, lengan, dan lain-lain. Namun, apabila mantera tersebut tidak ditulis atau dibacakan pada suatu benda atau alat tertentu —hanya dibaca begitu saja sebagai amalan—, maka bacaan kalimat-kalimat mantera tersebut dinamakan penangkal.

Terdapat pula sejenis tangkal yang dinamakan wapak yang meng­gunakan bahasa Arab yang mungkin saja diambil dari ayat-ayat suci Al Quran. Bia­sanya wapak ini hanya ada dalam bentuk tertulis atau dituliskan sedemikian rupa dengan suatu persyaratan pada benda-benda tertentu. Wapak selalu ditempatkan di atas pintu utama rumah, atau di tempat-tempat tertentu yang sangat diperlukan oleh pemil­iknya.

Cuca
Memberi pengaruh takut, disebut juga dengan pengering. Cuca disebut juga semacam ilmu sihir atau tenung. Dengan cuca ini seseorang dapat dibuat menjadi takut, tunduk, patuh, dan sebagainya. Dengan kata lain, cuca merupakan bacaan yang dipergubahkan untuk tujuan menganiaya atau merusak orang lain. Dan, Oja. Oja  merupakan kalimat yang diucapkan biasanya oleh orang yang melakukan pekerjaan menyabung ayam.

Rujukan:
Abdul Jalil dan Elmustian Rahman. 20201. Puisi Mantra. Pekanbaru: Unri Press
Elmustian Rahman dkk. 2012. Ensiklopedia Kebudayaan Melayu Riau. Pekanbaru: Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau
M. Diah Zainuddin. 1987. Sastra Lisan Melayu Riau. Pekanbaru: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Taufik Ikram Jamil, dkk. 2018. Buku Sumber Pegangan Guru Pendidikan Budaya Melayu Riau. Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu Riau.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *