Bengkalis

Masjid Kuning di Pulau Bengkalis. (foto: kosabudaya.id/derichard h. putra)

Selain versi di atas, sebagian masyarakat juga mempercayai bahwa Bengkalis awalnya bernama Pulau Bangka. Konon, pulau ini beralih dari pandangan mata penduduk nelayan dan kemudian dikenal dengan Pulau Bangka Beralih, lama kelamaan menjadi Bengkalih, dalam bahasa Indonesia menjadi Bengkalis.

Selain itu, menurut Prof. Drs. Said Mahmud Umar (guru besar FKIP Universitas Riau) dalam sarahan perdana Tradisi Melayu Universitas Riau tahun 1989, Bengkalis berasal dari kata bangsal bilis. Bangsal (semacam bangliau di Bagansiapiapi) adalah tempat menjemur ikan dalam hal ini ikan bilis. Jadi, pada waktu itu, di daerah ini banyak sekali ikan bilis, dan menjadi terkenal hingga ke Melaka. Saking banyaknya ikan bilis di daerah ini, maka beramai-ramailah masyarakat mencari ikan bilis, selain untuk dijadikan lauk di rumah juga untuk dipasarkan dan dijual ke pekan-pekan.

Bacaan Lainnya

Bengkalis pada Masa Kerajaan Johor
Pada masa Kerajaan Johor, Bengkalis berada di bawah kekuasaan laksamana Johor yang diwakili oleh seorang syahbandar yang bertanggungjawab menjaga kepentingan perdagangan Johor di kawasan ini. Laksamana Johor dan pembesar-pembesar Johor telah menjalankan perdagangan yang pesat dengan Bengkalis dan mengalahkan sekatan monopoli Belanda. Usaha pihak Belanda untuk menyekat muatan bijih timah dari hulu sungai Kampar ke Bengkalis melalui perjanjiannya dengan Kota Rau dan Kabon pada tahun 1670-an serta dengan Patapahan pada tahun 1685, ternyata menemui kegagalan. Kepentingan Bengkalis sebagai pusat aktivitas perdagangan antara daratan Sumatra dan Johor telah dibuktikan dengan tindakan Raja Kecil yang memilih pulau tersebut sebagai pangkalan operasi untuk menyerang Johor pada awal abad ke-18.

Pada abad ke-18, Bengkalis menjadi tempat penting sebagai pusat pengumpulan bijih timah dari Pantaicermin dan Patapahan di Hulu Siak. Pusat pertukaran perdagangan dari pedalaman dengan garam, ikan kering, kain, dan lain sebagainya. Selain bijih timah, Bengkalis juga mengekspor kayu gaharu, batu geliga, madu lebah, sagu dan kapur barus yang dikumpulkan oleh orang Sakai, Akit, Hatas, dan orang Hutan dari kawasan pedalaman dan kawasan pantai yang berhampiran. Bengkalis juga dikenal sebagai pusat perdagangan kain dan candu.

Kemunculan Siak sebagai sebuah kuasa merdeka pada abad ke-18, hasil inisiatif Raja Kecil, menyebabkan hubungan antara Bengkalis dengan Johor terancam. Bengkalis dan Bukitbatu yang terletak di muara Sungai Siak akhirnya telah menjadi jajahan Laksamana Syed Ali, yaitu pada masa pemerintahan Sultan Yahya (1781-1791). Kepentingan daerah kekuasaannya dari segi ekonomi dan strategis telah membantu kejayaan Syed Ali sebagai Sultan Siak antara tahun 1791 hingga tahun 1821 selepas merampas tahta dari Sultan Yahya.

Pada tahun 1850-an, Bengkalis menjadi pangkalan militer Inggris yang dipimpin oleh oleh Kapten Adam Wilson. Pengibaran bendera Inggris di Bengkalis, telah mempercepatkan campur-tangan Belanda di Siak. Pada tahun 1873, Bengkalis diserahkan kepada Belanda dan menjadi pusat kekuasaan Belanda di kawasan ini, sebelum dipindahkan ke Medan pada tahun 1884.

  1. Sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar wilayah Bengkalis berada dalam lingkungan Kerajaan Siak Sri Inderapura, kecuali Pulau Bengkalis yang merupakan daerah jajahan langsung Pemerintah Kolonial Belanda. Struktur pembagian wilayah Kerajaan Siak dibagi atas 5 (lima) provinsi yang kemudian disebut dengan “Distrik” yaitu:
  2. Distrik Pekanbaru, dengan Ibu negerinya Pekanbaru yang memiliki onder distrik yaitu Tapung Kiri, dengan Ibu negerinya Tandun, Tapung Kanan, dengan Ibu negerinya Sekijang, dan Senapelan, dengan Ibu negerinya Pekanbaru.
  3. Distrik Siak, dengan Ibu negerinya Siak Sri Inderapura yang memiliki onder distrik yaitu Sungaiapit, dengan Ibu negerinya Sungaiapit, Mandau, dengan Ibu negerinya Muara Kelantan, dan Siak, dengan Ibu negerinya Siak Sri Inderapura.
  4. Distrik Tebingtinggi, dengan Ibu negerinya Selatpanjang yang memiliki onder distrik yaitu Tebingtinggi, dengan Ibu negerinya Selatpanjang dan  Merbau, dengan Ibu negerinya Telukbelitung.
  5. Distrik Bagansiapiapi, dengan Ibu negerinya Bagansiapiapi yang memiliki onder distrik yaitu Bangko, dengan Ibu negerinya Bagansiapiapi, Tanahputih, dengan Ibu negerinya Tanahputih, dan Kubu, dengan Ibu negerinya Telukmerbau.
  6. Distrik Bukitbatu, dengan Ibu negerinya Sungaipakning yang memiliki onder distrik yaitu Bukitbatu, dengan Ibu negerinya Sungaipakning dan Rupat, dengan Ibu negerinya Batupanjang.

Bengkalis merupakan daerah “Afdeling” yang dipimpin oleh seorang “Asisten Residen” dan merupakan daerah jajahan langsung Pemerintah Hindia Belanda, saat itu Bengkalis termasuk Keresidenan Kepulauan Riau yang berkedudukan di Tanjungpinang. Sehubungan dengan tumbuh-kembangnya usaha-usaha ekonomi dari Pemerintah Hindia Belanda yang semakin pesat di Sumatra Timur dengan dibukanya areal perkebunan, maka pada Tanggal 15 Mei 1873 Keresidenan Kepulauan Riau ini dipecah menjadi 2 (dua) Keresidenan yaitu:

  1. Keresidenan Kepulauan Riau, dengan pusat pemerintahan di Tanjung Pinang.
  2. Keresidenan Sumatera Timur, dengan pusat Pemerintahan di Pulau Bengkalis, dan pada tahun itu juga pusat pemerintahan keresidenan Sumatera Timur dipindahkan ke Medan dan Bengkalis merupakan Asisten Residen.

Dalam traktat 1858, dijelaskan bahwa Kerajaan Siak Sri Inderapura beserta seluruh daerah kekuasaannya berada di bawah lingkungan Kerajaan Hindia Belanda dan berdasarkan “Lange Kontrak Tahun 1890” Pemerintah Hindia Belanda boleh mencampuri urusan pemerintah Kerajaan Siak. Sultan Siak dalam memimpin kerajaan didampingi oleh “Dewan Menteri” yang disebut “Datuk” yang diambil dari Kepala Suku yang berada dalam lingkungan Kerajaan Siak. Para Datuk tersebut terdiri dari Datuk Tanah Datar, Datuk Lima Puluh, Datuk Pesisir, dan Datuk Kampar.  Gelar Datuk ini merupakan gelar yang telah lama ada dalam masyarakat dan merupakan suatu pertanda bahwa yang bersangkutan merupakan kepala dari suatu suku yang menjalankan pemerintahan sendiri. Keempat Datuk ini diangkat sebagai anggota “Dewan Kerajaan” dengan gelar “Orang Besar”.

Dalam melaksanakan pemerintahan kerajaan berdasarkan “Lange Kontrak” ini fungsi Raja hanya sebagai simbol saja, dalam arti Sultan hanya memberikan persetujuan saja, sedangkan pelaksanaan pemerintahan harus disahkan terlebih dahulu dan baru dilaksanakan oleh keempat dewan menteri tersebut. Sebelum keempat dewan menteri itu menandatangani, maka Sultan belum boleh menandatangani atau lebih tegas keputusan belum dapat dilaksanakan.

Kemudian pada tahun 1938 berdasarkan “Self best uurregeling” kekuasaan dewan dalam pemerintahan dikurangi secara tindak langsung, demikian pula kekuasaan Sultan semakin berkurang dan dipindahkan ke tangan Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1938 Afedeling Bengkalis dimasukkan ke dalam Keresidenan Kepulauan Riau di bawah pimpinan seorang “Residen” yang berkedudukan di Tanjungpinang. Status Bengkalis menjadi Asisten Residen.

Pada 1942 ketika Jepang menduduki daerah jajahan Hindia Belanda, Bengkalis dimasukkan di bawah “Riou Syu Choken Pekanbaru” dan dinamakan  dengan “Bunsucho”. Kepala Distrik dinamakan “Buncho” dan Kepala Onder Distrik disebut “Guncho”, sedangkan susunan pemerintahannya tidak berubah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *